Kalau kita diminta untuk memilih: bersyukur ketika kita baru saja dipromosikan oleh bos atau bersyukur saat bos memarahi kita tanpa alasan yang jelas, mana yang akan kita pilih? Kebanyakan orang cenderung memilih yang pertama. Mengapa? Karena situasi dan kondisi yang pertama menyenangkan hati kita atau sesuai dengan apa yang kita harapkan. Sementara kondisi kedua sebaliknya. Ego kita biasanya langsung bereaksi saat menghadapi sesuatu yang tidak kita inginkan. Dan jika kita berpikir secara negatif, seringkali akan merembet juga ke hal-hal lainnya.
Mungkin Anda pernah mengalami situasi di mana banyak pekerjaan di kantor menanti dibereskan dengan deadline yang semakin mendekat. Ketika Anda tengah berpacu dengan waktu, berusaha membereskannya satu persatu, bos tiba-tiba meminta Anda mengerjakan hal lain dengan segera tanpa memberi kepada Anda kelonggaran waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang utama. Apa reaksi pertama Anda saat hal itu terjadi? Bersungut-sungut meski hanya di dalam hati, marah atau memukul meja?
Sikap-sikap itu sama sekali tidak akan membuat kita selangkah lebih maju untuk menyelesaikan pekerjaan, justru mebuat energi yang kita keluarkan menjadi berlipat. Bukan hanya menyelesaikan pekerjaan, tapi juga untuk menanggung ‘emosi' yang bergejolak. Jika kita mau belajar untuk tidak cepat bereaksi secara negatif dan mulai bersyukur saja, pekerjaan yang ada akan terasa lebih ringan. Mungkin itu cukup sulit, tapi bisa dilakukan!
Hidup ini akan terasa lebih indah ketika syukur selalu terucap dari bibir Anda.